Pada waktu Paus sedang mengunjungi kota New York, ia diajak berkeliling kota naik mobil dengan ditemani seorang sopir. Karena si sopir ingin memberikan service terbaiknya dan juga untuk menunjukkan kebolehannya, ia berkata, “Bapak Paus apapun yang Bapak inginkan, akan saya penuhi, sebutkan saja.”
“Well”, kata Paus, “Sebenarnya saya sudah lama ingin sekali mengendarai mobil sendiri. Di Vatican saya tidak kemana-mana, dan kalaupun saya harus keluar, selalu tersedia sopir dan mobil pribadi untuk saya. Saya ingin sekali menyetir sendiri, tapi tidak pernah mendapat kesempatan untuk melakukannya.”
“Wah,” kata si sopir, “Kalau hanya itu saja masalahnya, tidak jadi soal.” dan kemudian merekapun bertukar tempat. Paus menyetir dan si sopir duduk di belakangnya. Tetapi baru saja sampai ke persimpangan pertama, Paus lupa untuk berhenti di lampu merah, dan jalan terus. Segera polisi New York mengikuti mobil tersebut dan menghentikannya. Mobil menepi, polisi turun dari motornya, dan menghampiri mobil tersebut.
Tetapi begitu ia mendekat, ia mengenali Paus, dan ia segera kembali ke motornya dan segera mengontak atasannya.
“Pak”, kata Polisi itu, “Saya baru saja menyetop seorang pembesar.”
“Apa?” kata atasannya, “Kepala Polisi?”
“Bukan Pak, dia malah lebih tinggi dari Walikota.”
“Hei, kamu tidak menyetop Presiden Amerika Serikat “kan?”
“Tidak Pak, dia malah lebih tinggi lagi.”
“Well, jadi siapa yang kau stop itu?” tanya si atasan bingung.
“Tidak tahu Pak”, jawab Polisi, “tapi siapapun dia, sopirnya saja Paus!”
Minggu, 16 Oktober 2011
buku horror bis malam penasaran
Ruben sedang menempuh perjalanan dari Surabaya ke Jakarta dengan menggunakan bis malam. Di tengah perjalanan, saat bis tersebut berhenti di sebuah terminal, seorang kakek tua naik dan menawarkan buku-buku bacaan pada semua penumpang. Sesampainya di kursi Ruben:
“Bukunya nak? Ada macam-macam nih. Buku silat, cinta-cintaan, agama, dan lain-lain”, ujar sang kakek.
Ruben yang kebetulan sedang tidak bisa tidur pun tertarik. “Ada buku misteri atau horor gak kek?”
“Oh suka cerita horor yah?”, jawab si kakek. “Kebetulan sisa satu. Pas lagi ceritanya. Tentang bis yang ditinggali banyak arwah penasaran. Judulnya ‘Bis Malam Penasaran’. Serem banget pokoknya.”
“Boleh juga tuh. Berapa harganya?”
“Seratus lima puluh ribu, nak”
“Walah, mahal bener harganya, kek”.
“Ya namanya juga buku bagus. Best seller. Semua yang baca buku ini kabarnya sampe syok loh waktu baca endingnya”, si kakek berpromosi ala sales panci.
Ruben pun akhirnya mengalah. Uang seratus lima puluh ribu berpindah tangan. Entah kenapa, tepat pada saat ia menyerahkan uang tersebut ke kakek tua, tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar. Angin pun terasa mulai bertiup kencang. Si kakek buru-buru melangkah turun ke bis, namun tiba-tiba berhenti dan menolehkan wajahnya pelan-pelan ke arah Ruben.
“Nak”, ujarnya lirih, “apa pun yang terjadi, harap jangan buka halaman terakhir ya. Ingat, apapun yang terjadi. Kalau tidak nanti kamu akan menyesal dan saya tidak mau bertanggung jawab.”
Jantung Ruben berdegup kencang. Saking takutnya, ia sampai tidak mampu menganggukkan kepala hingga akhirnya si kakek turun dari bis dan menghilang ditelan kegelapan. Singkat cerita, dua jam kemudian, sekitar pukul satu malam, Ruben selesai membaca seluruh buku tersebut. Kecuali halaman terakhir tentunya. Dan memang benar seperti yang dikatakan si kakek penjual, buku itu benar-benar menegangkan dan menyeramkan. Di luar bis yang melaju kencang, hujan turun dengan derasnya. Kilat menyambar bergantian dan terkadang terdengar suara guruh yang menggelegar. Sejenak Ruben melihat berkeliling dan ternyata semua penumpang sudah terlelap. Bulu kuduknya terasa merinding.
“Baca halaman terakhirnya gak yah?”, pikir Ruben bimbang. Antara penasaran dengan rasa takut berbaur menjadi satu. Di luar jendela malam tampak makin gelap. “Ah sudahlah, sekalian aja. Nanggung!”
Dengan tangan gemetar ia pun membuka halaman terakhir dari buku tersebut secara perlahan… Dan akhirnya tampak sebuah lembaran kosong dengan sepotong label di bagian pojok kanan atas. Sambil menelan ludah, Ruben membaca huruf demi huruf yang tercantum:
Bis Malam Penasaran
Terbitan CV. Buku Horror Garing
Harga Pas: Rp 15.000,-
“Bukunya nak? Ada macam-macam nih. Buku silat, cinta-cintaan, agama, dan lain-lain”, ujar sang kakek.
Ruben yang kebetulan sedang tidak bisa tidur pun tertarik. “Ada buku misteri atau horor gak kek?”
“Oh suka cerita horor yah?”, jawab si kakek. “Kebetulan sisa satu. Pas lagi ceritanya. Tentang bis yang ditinggali banyak arwah penasaran. Judulnya ‘Bis Malam Penasaran’. Serem banget pokoknya.”
“Boleh juga tuh. Berapa harganya?”
“Seratus lima puluh ribu, nak”
“Walah, mahal bener harganya, kek”.
“Ya namanya juga buku bagus. Best seller. Semua yang baca buku ini kabarnya sampe syok loh waktu baca endingnya”, si kakek berpromosi ala sales panci.
Ruben pun akhirnya mengalah. Uang seratus lima puluh ribu berpindah tangan. Entah kenapa, tepat pada saat ia menyerahkan uang tersebut ke kakek tua, tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar. Angin pun terasa mulai bertiup kencang. Si kakek buru-buru melangkah turun ke bis, namun tiba-tiba berhenti dan menolehkan wajahnya pelan-pelan ke arah Ruben.
“Nak”, ujarnya lirih, “apa pun yang terjadi, harap jangan buka halaman terakhir ya. Ingat, apapun yang terjadi. Kalau tidak nanti kamu akan menyesal dan saya tidak mau bertanggung jawab.”
Jantung Ruben berdegup kencang. Saking takutnya, ia sampai tidak mampu menganggukkan kepala hingga akhirnya si kakek turun dari bis dan menghilang ditelan kegelapan. Singkat cerita, dua jam kemudian, sekitar pukul satu malam, Ruben selesai membaca seluruh buku tersebut. Kecuali halaman terakhir tentunya. Dan memang benar seperti yang dikatakan si kakek penjual, buku itu benar-benar menegangkan dan menyeramkan. Di luar bis yang melaju kencang, hujan turun dengan derasnya. Kilat menyambar bergantian dan terkadang terdengar suara guruh yang menggelegar. Sejenak Ruben melihat berkeliling dan ternyata semua penumpang sudah terlelap. Bulu kuduknya terasa merinding.
“Baca halaman terakhirnya gak yah?”, pikir Ruben bimbang. Antara penasaran dengan rasa takut berbaur menjadi satu. Di luar jendela malam tampak makin gelap. “Ah sudahlah, sekalian aja. Nanggung!”
Dengan tangan gemetar ia pun membuka halaman terakhir dari buku tersebut secara perlahan… Dan akhirnya tampak sebuah lembaran kosong dengan sepotong label di bagian pojok kanan atas. Sambil menelan ludah, Ruben membaca huruf demi huruf yang tercantum:
Bis Malam Penasaran
Terbitan CV. Buku Horror Garing
Harga Pas: Rp 15.000,-
Saya Juga Perlu Mengatakan Sesuatu Kepadamu
Sepasang kekasih yang hendak menikah sedang berkencan.
Si cewek berbisik pada kekasihnya, “Sekarang waktunya kita saling jujur agar kelak kita tidak kecewa.” Cowok mengangguk.
“Sesungguhnya dada saya rata seperti papan. Kalau kau tidak suka katakan saja. Kita bisa batalkan rencana pernikahan ini. Saya siap menghadapinya”, kata cewek.
Cowok dengan lemah lembut menjawab, “Itu tidak masalah. Bagiku seks bukanlah hal yang penting, Tetapi cinta kasih”
Cewek pun lega mendengarkannya.
“Saya juga perlu mengatakan sesuatu sejujurnya padamu.”, sambut cowok. Cewek mengangguk tersenyum. “Sesungguhnya ‘anu’ saya seperti bayi…”, kata cowok.
“Sstt…sudahlah itu tidak soal. Bagiku seks bukanlah hal yang penting. Tetapi cinta kasih.”, sahut cewek.
Cowok pun lega mendengarkannya.
Malam pengantin tiba. Cewek mulai membuka baju dan tampaklah dadanya yang memang benar-benar rata. Cowok hanya tersenyum melihatnya. Kemudian cowok mulai membuka celananya sehingga tampaklah ‘anu’nya. Melihat itu cewek menjerit dan pingsan. Setelah siuman si cewek bertanya, “Kau katakan punyamu seperti bayi…?”
“Yah memang seperti bayi, panjang 50 cm dan berat 3 kg”
Si cewek berbisik pada kekasihnya, “Sekarang waktunya kita saling jujur agar kelak kita tidak kecewa.” Cowok mengangguk.
“Sesungguhnya dada saya rata seperti papan. Kalau kau tidak suka katakan saja. Kita bisa batalkan rencana pernikahan ini. Saya siap menghadapinya”, kata cewek.
Cowok dengan lemah lembut menjawab, “Itu tidak masalah. Bagiku seks bukanlah hal yang penting, Tetapi cinta kasih”
Cewek pun lega mendengarkannya.
“Saya juga perlu mengatakan sesuatu sejujurnya padamu.”, sambut cowok. Cewek mengangguk tersenyum. “Sesungguhnya ‘anu’ saya seperti bayi…”, kata cowok.
“Sstt…sudahlah itu tidak soal. Bagiku seks bukanlah hal yang penting. Tetapi cinta kasih.”, sahut cewek.
Cowok pun lega mendengarkannya.
Malam pengantin tiba. Cewek mulai membuka baju dan tampaklah dadanya yang memang benar-benar rata. Cowok hanya tersenyum melihatnya. Kemudian cowok mulai membuka celananya sehingga tampaklah ‘anu’nya. Melihat itu cewek menjerit dan pingsan. Setelah siuman si cewek bertanya, “Kau katakan punyamu seperti bayi…?”
“Yah memang seperti bayi, panjang 50 cm dan berat 3 kg”
Pintu Yang Selalu Terbuka
Pada Minggu sore yang cerah, dua orang pemuda RT melakukan kunjungan dari pintu ke pintu untuk pengumpulan dana bantuan kemanusiaan. Ketika mereka mengetuk satu pintu, dan melihat bahwa wanita yang membuka pintu tidak senang melihat mereka.
Wanita itu mengatakan kepada mereka dengan tegas bahwa ia tidak ingin membantu apa-apa, dan sebelum mereka bisa berkata apa-apa lagi, dia membanting pintu di depan mereka. Yang mengejutkan, pintu tidak menutup, bahkan kembali terbuka. Wanita itu mencoba lagi, benar-benar mendorong pintu itu, dan membanting lagi dengan hasil yang sama, pintu kembali terbuka.
Wanita itu yakin bahwa orang-orang muda itu mengganjal pintu dengan kaki mereka, dan kali ini ia mengumpulkan tenaga yang sangat besar untuk membanting pintu itu dengan sangat kuat. Saat itu, salah satu dari mereka berkata dengan tenang,
“Bu, sebelum Anda melakukannya lagi, Anda harus memindahkan kucing Anda terlebih dahulu.”
Wanita itu mengatakan kepada mereka dengan tegas bahwa ia tidak ingin membantu apa-apa, dan sebelum mereka bisa berkata apa-apa lagi, dia membanting pintu di depan mereka. Yang mengejutkan, pintu tidak menutup, bahkan kembali terbuka. Wanita itu mencoba lagi, benar-benar mendorong pintu itu, dan membanting lagi dengan hasil yang sama, pintu kembali terbuka.
Wanita itu yakin bahwa orang-orang muda itu mengganjal pintu dengan kaki mereka, dan kali ini ia mengumpulkan tenaga yang sangat besar untuk membanting pintu itu dengan sangat kuat. Saat itu, salah satu dari mereka berkata dengan tenang,
“Bu, sebelum Anda melakukannya lagi, Anda harus memindahkan kucing Anda terlebih dahulu.”
Siapa Itu Thomas Alfa Edison?
Bu guru: “Andi..! coba kamu jawab, siapa itu Thomas Alfa Edison..?”
Andi: “Tidak tau bu guru…”.
Bu guru: “Kalo James Watt, siapa dia..?”
Andi: “Ndak tau juga bu guru..”
Bu guru: “Andi! Bagaimana sih kamu ini? ditanya ini itu pasti jawab tidak tau… Tidak pernah belajar ya?”
Andi: “Belajar kok bu guru… Lah coba Andi tanya, bu guru tau ndak siapa Arifin Widodo..?”
Bu guru: “Tidak tau…”
Andi: “Kalau Bambang Setiono Ibu tau?”
Bu guru: “Tidak tau… Emang siapa mereka itu..?”
Andi: “Yaa itulah Bu…, kita khan pasti punya kenalan sendiri-sendiri..”
Andi: “Tidak tau bu guru…”.
Bu guru: “Kalo James Watt, siapa dia..?”
Andi: “Ndak tau juga bu guru..”
Bu guru: “Andi! Bagaimana sih kamu ini? ditanya ini itu pasti jawab tidak tau… Tidak pernah belajar ya?”
Andi: “Belajar kok bu guru… Lah coba Andi tanya, bu guru tau ndak siapa Arifin Widodo..?”
Bu guru: “Tidak tau…”
Andi: “Kalau Bambang Setiono Ibu tau?”
Bu guru: “Tidak tau… Emang siapa mereka itu..?”
Andi: “Yaa itulah Bu…, kita khan pasti punya kenalan sendiri-sendiri..”
Cerita Mengharukan (kisah seorang kakak dan adik)
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu ditangannya. "Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!"
Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus-menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.
Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal
memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!" Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
Saya mendengarnya memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik... hasil yang begitu baik..." Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?" Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku. " Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!" Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimimu uang." Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai
ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana! "Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?" Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?" Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga!
Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu..." Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu." Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. "Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!"
Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan
sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya. "Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.
Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini." Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.
Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku di atas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. "Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?" Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah, "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"
"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29. Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?" Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. "Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sendoknya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus-menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.
Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal
memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!" Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
Saya mendengarnya memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik... hasil yang begitu baik..." Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?" Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku. " Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!" Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimimu uang." Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai
ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana! "Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?" Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?" Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga!
Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu..." Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu." Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. "Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!"
Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan
sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya. "Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.
Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini." Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.
Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku di atas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. "Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?" Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah, "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"
"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29. Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?" Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. "Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sendoknya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
“Tolong jaga mata saya baik-baik…”
Ada seorang wanita buta. Semua orang membenci dia, kecuali kekasihnya. Wanita itu selalu berkata, “Saya akan menikahimu saat saya bisa melihat.” Suatu hari, ada orang mendermakan mata kepada wanita itu. Akhirnya wanita itu dapat melihat. Dengan segera, dia pergi menemui kekasihnya. Tetapi, ketika dia melihat kekasihnya, dia merasa sungguh terkejut karena kekasihnya juga buta.
Kekasihnya bertanya, “Sudikah kamu menikah denganku sekarang?” Tanpa sebuah alasan, wanita itu menolak. Kekasihnyapun tersenyum dan berlalu pergi sambil berkata. “Tolong jaga mata saya baik-baik…”
I LOVE YOU
Sebuah kisah yg menyentuh
Ada seorang istri memberikan tantangan
kepada suaminya untuk hidup tanpa dirinya.
Dia minta kepada suaminya untuk tidak ada
komunikasi sama sekali di antara mereka
selama sehari..:'
Si istri berkata kepada suaminya itu, "Bila
kamu bisa melewati itu, aku akan
mencintaimu selamanya". Dan... sang suami
pun setuju.... Dia tidak sms / telpon istrinya
seharian..:'(
Tanpa dia ketahui bahwa istrinya hanya
memiliki 24 jam untuk hidup, karena dia
terkena kanker..
Keesokan harinya sang suami itu pulang ke
rumah. Air matanya pun tiba2 menetes
melihat istrinya sudah terbaring dengan surat
di tangan yang bertuliskan "Kamu Berhasil
Sayang, bisakah kamu lakukan itu setiap
hari.??
"I LOVE YOU.." :*
Don't Ever lost contact with someone
you love, you'll never know what's
gonna happen the next day, or the day
after that..
Even a single "hi" or a "good morning"
Before you know that someone is no
longer there....
Ada seorang istri memberikan tantangan
kepada suaminya untuk hidup tanpa dirinya.
Dia minta kepada suaminya untuk tidak ada
komunikasi sama sekali di antara mereka
selama sehari..:'
Si istri berkata kepada suaminya itu, "Bila
kamu bisa melewati itu, aku akan
mencintaimu selamanya". Dan... sang suami
pun setuju.... Dia tidak sms / telpon istrinya
seharian..:'(
Tanpa dia ketahui bahwa istrinya hanya
memiliki 24 jam untuk hidup, karena dia
terkena kanker..
Keesokan harinya sang suami itu pulang ke
rumah. Air matanya pun tiba2 menetes
melihat istrinya sudah terbaring dengan surat
di tangan yang bertuliskan "Kamu Berhasil
Sayang, bisakah kamu lakukan itu setiap
hari.??
"I LOVE YOU.." :*
Don't Ever lost contact with someone
you love, you'll never know what's
gonna happen the next day, or the day
after that..
Even a single "hi" or a "good morning"
Before you know that someone is no
longer there....
kisah seorang anak kecil
Sepasang suami isteri – seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan , tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya... karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini !!!" .... Pembantu rumah yang tersentak engan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah adam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ' Saya tidak tahu..tuan." "Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?" hardik si isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata "Dita yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik ...kan!" katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa.. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya . Si anak yang tak mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.
Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa... Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. "Oleskan obat saja!" jawab bapak si anak.
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. "Dita demam, Bu"...jawab pembantunya ringkas. "Kasih minum panadol aja ," jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. "Sore nanti kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah siap" kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. "Tidak ada pilihan.." kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut..."Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah" kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. "Ayah.. ibu... Dita tidak akan melakukannya lagi.... Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi... Dita sayang ayah..sayang ibu.", katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. "Dita juga sayang Mbok Narti.." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
"Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti ?... Bagaimana Dita mau bermain nanti ?... Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi, " katanya berulang-ulang. Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf...Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan dan kehancuran bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg tak bertepi..., Namun...., si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tersebut tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya..
Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan , tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya... karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini !!!" .... Pembantu rumah yang tersentak engan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah adam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ' Saya tidak tahu..tuan." "Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?" hardik si isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata "Dita yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik ...kan!" katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa.. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya . Si anak yang tak mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.
Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa... Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. "Oleskan obat saja!" jawab bapak si anak.
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. "Dita demam, Bu"...jawab pembantunya ringkas. "Kasih minum panadol aja ," jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. "Sore nanti kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah siap" kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. "Tidak ada pilihan.." kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut..."Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah" kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. "Ayah.. ibu... Dita tidak akan melakukannya lagi.... Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi... Dita sayang ayah..sayang ibu.", katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. "Dita juga sayang Mbok Narti.." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
"Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti ?... Bagaimana Dita mau bermain nanti ?... Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi, " katanya berulang-ulang. Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf...Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan dan kehancuran bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg tak bertepi..., Namun...., si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tersebut tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya..
Kisah Cinta SEJATI Patut Disimak!!
Lima tahun usia pernikahanku dengan Ellen sungguh masa yang sulit.
Semakin hari semakin tidak ada kecocokan diantara kami. Kami
bertengkar karena hal-hal kecil. Karena Ellen lambat membukakan pagar
saat aku pulang kantor. Karena meja sudut di ruang keluarga yang ia
beli tanpa membicarakannya denganku, bagiku itu hanya membuang uang
saja.
Hari ini, 27 Agustus adalah ulang tahun Ellen. Kami bertengkar pagi
ini karena Ellen kesiangan membangunkanku. Aku kesal dan tak
mengucapkan selamat ulang tahun padanya, kecupan di keningnya yang
biasa kulakukan di hari ulang tahunnya tak mau kulakukan. Malam
sekitar pukul 7, Ellen sudah 3 kali menghubungiku untuk memintaku
segera pulang dan makan malam bersamanya, tentu saja permintaannya
tidak kuhiraukan.
Jam menunjukkan pukul 10 malam, aku merapikan meja kerjaku dan
beranjak pulang. Hujan turun sangat deras, sudah larut malam tapi
jalan di tengah kota Jakarta masih saja macet, aku benar-benar dibuat
kesal oleh keadaan. Membayangkan pulang dan bertemu dengan Ellen
membuatku semakin kesal!
Akhirnya aku sampai juga di rumah pukul 12 malam, dua jam perjalanan
kutempuh yang biasanya aku hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai
di rumah.
Kulihat Ellen tertidur di sofa ruang keluarga. Sempat aku berhenti di
hadapannya dan memandang wajahnya. “Ia sungguh cantik” kataku dalam
hati, “Wanita yang menjalin hubungan denganku selama 7 tahun sejak
duduk di bangku SMA yang kini telah kunikahi selama 5 tahun, tetap
saja cantik”. Aku menghela nafas dan meninggalkannya pergi, aku ingat
kalau aku sedang kesal sekali dengannya.
Aku langsung masuk ke kamar. Di meja rias istriku kulihat buku itu,
buku coklat tebal yang dimiliki oleh istriku. Bertahun-tahun Ellen
menulis cerita hidupnya pada buku coklat itu. Sejak sebelum menikah,
tak pernah ia ijinkan aku membukanya. Inilah saatnya! Aku tak
mempedulikan Ellen, kuraih buku coklat itu dan kubuka halaman demi
halaman secara acak.
14 Februari 1996. Terima kasih Tuhan atas pemberianMu yang berarti
bagiku, Vincent, pacar pertamaku yang akan menjadi pacar terakhirku.
Hmm… aku tersenyum, Ellen yakin sekali kalau aku yang akan menjadi suaminya.
6 September 2001, Tak sengaja kulihat Vincent makan malam dengan
wanita lain sambil tertawa mesra. Tuhan, aku mohon agar Vincent tidak
pindah ke lain hati.
Jantungku serasa mau berhenti…
23 Oktober 2001, Aku menemukan surat ucapan terima kasih untuk
Vincent, atas candle light dinner di hari ulang tahun seorang wanita
dengan nama Melly. Siapakah dia Tuhan? Bukakanlah mataku untuk apa
yang Kau kehendaki agar aku ketahui…
Jantungku benar-benar mau berhenti. Melly, wanita yang sempat dekat
denganku disaat usia hubunganku dengan Ellen telah mencapai 5 tahun.
Melly, yang karenanya aku hampir saja mau memutuskan hubunganku dengan
Ellen karena kejenuhanku. Aku telah memutuskan untuk tidak bertemu
dengan Melly lagi setelah dekat dengannya selama 4 bulan, dan
memutuskan untuk tetap setia kepada Ellen. Aku sungguh tak menduga
kalau Ellen mengetahui hubunganku dengan Melly.
4 Januari 2002, Aku dihampiri wanita bernama Melly, Ia menghinaku dan
mengatakan Vincent telah selingkuh dengannya. Tuhan, beri aku kekuatan
yang berasal daripadaMu.
Bagaimana mungkin Ellen sekuat itu, ia tak pernah mengatakan apapun
atau menangis di hadapanku setelah mengetahui aku telah
menghianatinya. Aku tahu Melly, dia pasti telah membuat hati Ellen
sangat terluka dengan kata-kata tajam yang keluar dari mulutnya.
Nafasku sesak, tak mampu kubayangkan apa yang Ellen rasakan saat itu.
14 Februari 2002, Vincent melamarku di hari jadi kami yang ke-6. Tuhan
apa yang harus kulakukan? Berikan aku tanda untuk keputusan yang harus
kuambil.
14 Februari 2003, Hari minggu yang luar biasa, aku telah menjadi
Nyonya Alexander Vincent Winoto. Terima kasih Tuhan!
18 Juli 2005, Pertengkaran pertama kami sebagai keluarga. Aku harap
aku tak kemanisan lagi membuatkan teh untuknya. Tuhan, bantu aku agar
lebih berhati-hati membuatkan teh untuk suamiku.
7 April 2006, Vincent marah padaku, aku tertidur pulas saat ia pulang
kantor sehingga ia menunggu di depan rumah agak lama. Seharian aku
berada mall mencari jam idaman Vincent, aku ingin membelikan jam itu
di hari ulang tahunnya yang tinggal 2 hari lagi. Tuhan, beri kedamaian
di hati Vincent agar ia tidak marah lagi padaku, aku tak akan tidur di
sore hari lagi kalau Vincent belum pulang walaupun aku lelah.
Aku mulai menangis, Ellen mencoba membahagiakanku tapi aku malah
memarahinya tanpa mau mendengarkan penjelasannya. Jam itu adalah jam
kesayanganku yang kupakai sampai hari ini, tak kusadari ia
membelikannya dengan susah payah.
15 November 2007, Vincent butuh meja untuk menaruh kopi di ruang
keluarga, dia sangat suka membaca di sudut ruang itu. Tuhan, bantu aku
menabung agar aku dapat membelikan sebuah meja, hadiah Natal untuk
Vincent.
Aku tak dapat lagi menahan tangisanku, Ellen tak pernah mengatakan
meja itu adalah hadiah Natal untukku. Ya, ia memang membelinya di
malam Natal dan menaruhnya hari itu juga di ruang keluarga.
Aku sudah tak sanggup lagi membuka halaman berikutnya. Ellen sungguh
diberi kekuatan dari Tuhan untuk mencintaiku tanpa syarat. Aku berlari
keluar kamar, kukecup kening Ellen dan ia terbangun… “Maafkan aku
Ellen, Aku mencintaimu, Selamat ulang tahun…”
Semakin hari semakin tidak ada kecocokan diantara kami. Kami
bertengkar karena hal-hal kecil. Karena Ellen lambat membukakan pagar
saat aku pulang kantor. Karena meja sudut di ruang keluarga yang ia
beli tanpa membicarakannya denganku, bagiku itu hanya membuang uang
saja.
Hari ini, 27 Agustus adalah ulang tahun Ellen. Kami bertengkar pagi
ini karena Ellen kesiangan membangunkanku. Aku kesal dan tak
mengucapkan selamat ulang tahun padanya, kecupan di keningnya yang
biasa kulakukan di hari ulang tahunnya tak mau kulakukan. Malam
sekitar pukul 7, Ellen sudah 3 kali menghubungiku untuk memintaku
segera pulang dan makan malam bersamanya, tentu saja permintaannya
tidak kuhiraukan.
Jam menunjukkan pukul 10 malam, aku merapikan meja kerjaku dan
beranjak pulang. Hujan turun sangat deras, sudah larut malam tapi
jalan di tengah kota Jakarta masih saja macet, aku benar-benar dibuat
kesal oleh keadaan. Membayangkan pulang dan bertemu dengan Ellen
membuatku semakin kesal!
Akhirnya aku sampai juga di rumah pukul 12 malam, dua jam perjalanan
kutempuh yang biasanya aku hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai
di rumah.
Kulihat Ellen tertidur di sofa ruang keluarga. Sempat aku berhenti di
hadapannya dan memandang wajahnya. “Ia sungguh cantik” kataku dalam
hati, “Wanita yang menjalin hubungan denganku selama 7 tahun sejak
duduk di bangku SMA yang kini telah kunikahi selama 5 tahun, tetap
saja cantik”. Aku menghela nafas dan meninggalkannya pergi, aku ingat
kalau aku sedang kesal sekali dengannya.
Aku langsung masuk ke kamar. Di meja rias istriku kulihat buku itu,
buku coklat tebal yang dimiliki oleh istriku. Bertahun-tahun Ellen
menulis cerita hidupnya pada buku coklat itu. Sejak sebelum menikah,
tak pernah ia ijinkan aku membukanya. Inilah saatnya! Aku tak
mempedulikan Ellen, kuraih buku coklat itu dan kubuka halaman demi
halaman secara acak.
14 Februari 1996. Terima kasih Tuhan atas pemberianMu yang berarti
bagiku, Vincent, pacar pertamaku yang akan menjadi pacar terakhirku.
Hmm… aku tersenyum, Ellen yakin sekali kalau aku yang akan menjadi suaminya.
6 September 2001, Tak sengaja kulihat Vincent makan malam dengan
wanita lain sambil tertawa mesra. Tuhan, aku mohon agar Vincent tidak
pindah ke lain hati.
Jantungku serasa mau berhenti…
23 Oktober 2001, Aku menemukan surat ucapan terima kasih untuk
Vincent, atas candle light dinner di hari ulang tahun seorang wanita
dengan nama Melly. Siapakah dia Tuhan? Bukakanlah mataku untuk apa
yang Kau kehendaki agar aku ketahui…
Jantungku benar-benar mau berhenti. Melly, wanita yang sempat dekat
denganku disaat usia hubunganku dengan Ellen telah mencapai 5 tahun.
Melly, yang karenanya aku hampir saja mau memutuskan hubunganku dengan
Ellen karena kejenuhanku. Aku telah memutuskan untuk tidak bertemu
dengan Melly lagi setelah dekat dengannya selama 4 bulan, dan
memutuskan untuk tetap setia kepada Ellen. Aku sungguh tak menduga
kalau Ellen mengetahui hubunganku dengan Melly.
4 Januari 2002, Aku dihampiri wanita bernama Melly, Ia menghinaku dan
mengatakan Vincent telah selingkuh dengannya. Tuhan, beri aku kekuatan
yang berasal daripadaMu.
Bagaimana mungkin Ellen sekuat itu, ia tak pernah mengatakan apapun
atau menangis di hadapanku setelah mengetahui aku telah
menghianatinya. Aku tahu Melly, dia pasti telah membuat hati Ellen
sangat terluka dengan kata-kata tajam yang keluar dari mulutnya.
Nafasku sesak, tak mampu kubayangkan apa yang Ellen rasakan saat itu.
14 Februari 2002, Vincent melamarku di hari jadi kami yang ke-6. Tuhan
apa yang harus kulakukan? Berikan aku tanda untuk keputusan yang harus
kuambil.
14 Februari 2003, Hari minggu yang luar biasa, aku telah menjadi
Nyonya Alexander Vincent Winoto. Terima kasih Tuhan!
18 Juli 2005, Pertengkaran pertama kami sebagai keluarga. Aku harap
aku tak kemanisan lagi membuatkan teh untuknya. Tuhan, bantu aku agar
lebih berhati-hati membuatkan teh untuk suamiku.
7 April 2006, Vincent marah padaku, aku tertidur pulas saat ia pulang
kantor sehingga ia menunggu di depan rumah agak lama. Seharian aku
berada mall mencari jam idaman Vincent, aku ingin membelikan jam itu
di hari ulang tahunnya yang tinggal 2 hari lagi. Tuhan, beri kedamaian
di hati Vincent agar ia tidak marah lagi padaku, aku tak akan tidur di
sore hari lagi kalau Vincent belum pulang walaupun aku lelah.
Aku mulai menangis, Ellen mencoba membahagiakanku tapi aku malah
memarahinya tanpa mau mendengarkan penjelasannya. Jam itu adalah jam
kesayanganku yang kupakai sampai hari ini, tak kusadari ia
membelikannya dengan susah payah.
15 November 2007, Vincent butuh meja untuk menaruh kopi di ruang
keluarga, dia sangat suka membaca di sudut ruang itu. Tuhan, bantu aku
menabung agar aku dapat membelikan sebuah meja, hadiah Natal untuk
Vincent.
Aku tak dapat lagi menahan tangisanku, Ellen tak pernah mengatakan
meja itu adalah hadiah Natal untukku. Ya, ia memang membelinya di
malam Natal dan menaruhnya hari itu juga di ruang keluarga.
Aku sudah tak sanggup lagi membuka halaman berikutnya. Ellen sungguh
diberi kekuatan dari Tuhan untuk mencintaiku tanpa syarat. Aku berlari
keluar kamar, kukecup kening Ellen dan ia terbangun… “Maafkan aku
Ellen, Aku mencintaimu, Selamat ulang tahun…”
Tiduri Aku…Ibu!!!
…Tersentak hati Bu Dina mendengar permintaan anaknya. Anak laki-lakinya ingin ditiduri, ingin diberi kehangatan darinya….kehangatan seorang wanita. Kehangatan…hmm……
—oooOooo—
Sebagai seorang wanita yang cantik, Dina memiliki hampir segala yang diimpikan kaum wanita. Parasnya ayu, manies dan selalu enak dipandang. Bentuk hidung, mata, alis, bulu mata hingga ke garis pipi yang tertata indah bak bulu perindu diatas bintang timur diwaktu senja. Posturnya tubuhnya sangat ideal untuk seorang wanita. Kulitnya yang putih dan jenis rambutnya yang panjang hitam bergelombang menambah nilai keaggunannya. Kemolekan lekuk tubuhnya menyebabkan ia sering disebut wanita terseksi.
Dina, seorang wanita karir pada salah satu perusahaan swasta besar di Ibukota, termasuk wanita yang cerdas. Ditunjang pendidikan formalnya yang merupakan alumni Pasca Sarjana Komunikasi Universitas ternama.
Loyalitas terhadap perusahaan tidak diragukan lagi, sehingga menjadikan dirinya sebagai salah satu ’maskot’ pegawai diperusahaannya. Tak heran bila karirnya bagai ’rising’ star. belum sepuluh tahun bekerja, dia sudah menduduki jabatan penting, setingkat Department Head (Kepala Bagian). Dikenal dekat dengan bawahan. Suppel dan mampu berkomunikasi dengan baik dengan jajaran pimpinan. Tipikal Dina selalu menjadi bahan pembicaraan dikalangan pegawai, gunjingan hingga tentu saja ’fitnah’ dari orang-orang yang tidak menyukainya. Apalagi ketika terdengar kabar bahwa dia akan dipromosikan menjadi salah satu deputy kepala divisi.
’ah…paling dengan keseksiannya’ kata mereka yang tidak suka.
—oooOooo—
”Ibu mau kemana….?” tanya Fitri, puteri bungsunya
”Ibu mau berangkat ke kantor nak…” jawab Dina, sambil merapihkan pakaiannya
”Kok masih gelap bu….bareng ayah gak bu…?” tanya Fitri lagi dengan bahasa anak yang agak cadel
”Ayah khan belum pulang nak. Masih di Bandung…” jawab dina, tanpa memalingkan wajah dari cermin hiasnya
Jam masih menunjukkan pk. 04.25 pagi. Hari masih gelap. Anak-anaknya masih terlelap, kecuali Fitri yang terbangun karena mendengar suara peralatan riasnya.
”Aku tidak boleh terlambat…aku harus tiba sebelum Bos dan Klienku datang..” pikir Dina dalam hati
”Bu, aku masih mau tidur….” kata Fitri
”Iyya nak….”
.Dina mencium kening anak puteri satu-satunya itu. Dengan penuh kasih sayang dipeluknya erat sambil berkata pelan, ”Nanti sekolah sama si Mbok ya….sarapan disekolah juga gak apa-apa kok…Ibu harus berangkat pagi-pagi…”
”Ah, Ibu…kemarin sudah pegi pagi…kemarinnya lagi pagi, sekarang pagi lagi…” keluh Fitri, dengan menggeleng-gelengkan kepalanya
”Fitri, Ibu bekerja juga untuk Fitri. Untuk sekolah Fitri dan Adit…..untuk membelikan Fitri rumah-rumahan dan masak-masakan…” jawab Dina pelan
”Tapi Ibu selalu pulang malam. Fitri gak pernah tidur bareng Ibu. Makan sama si Mbok…sekolah juga sama si Mbok….” keluh Fitri lagi sambil menggulingkan tubuhnya.
”Fitri, Ibu mau berangkat…..kamu berangkat sama si Mbok ya…!” seru Dina dengan sedikit keras dan wajah agak memerah.
Dina segera keluar kamar. Dia memang tidur bersama anak puterinya yang masih berusia tiga tahun. Ketika akan membuka pintu kamar, Dina menyempatkan diri melihat raut wajahnya dicermin.
Terlihat jelas rona merah diwajahnya. Warna kulitnya yang putih menambah kejelasan ’rona merahnya’. Dina menghela nafas panjang, kemarahan sesaat telah merubah tutur bahasanya. Sudah merubah pula paras ayunya…
”Huh…Fitri selalu membuat aku marah….Fitri sering memperlambat jalanku ke kantor…” keluhnya sambil mengusap keringat didahinya.
”Ah sudah pk. 04.45…aku bisa terlambat …”
Dina mempercepat langkahnya. Sampai diteras rumah keraguan muncul dihatinya….Dia belum sempat bicara dengan Adit, anak sulungnya…
”Ah dia khan sudah tujuh tahun. Sudah lebih besar. Dia pasti ngerti lah…”
—oooOooo—
Presentasi mengenai pengembangan perusahaan, khususnya bidang komunikasi, kemitraan dan pemasaran yang dipaparkan Dina memdapatkan sambutan luar biasa dari Stake Holder (Pemegang Saham, Komisaris, Jajaran Direksi dan Mitra Kerja). Sambutan itu ditandai dengan tepuk tangan meriah sambil berdiri dan ucapan selamat yang seolah tak putus.
Senyum sumringah tersembul dari wajah Dina. Perasaan puas memenuhi rongga hatinya. Dia menghela nafas panjang. Memejamkan mata sesaat….”Akhirnya aku berhasil….”
Untung aku bisa mempersiapkan diri dengan baik. Untung juga aku tiba lebih awal sehingga bisa mengkondisikan semuanya…….
”Dina selamat ya….tidak sia-sia kami menempatkan kamu sebagai Dept Head Promosi & Kemitraan…..” kata seorang Direksi sambil menjabat erat tangan Dina.
Jabatan tangan yang terasa ’lain’. Terasa ada getaran ’hangat’ yang menjalar melalui jari-jari terus hingga pangkal tangan, dan meluncur deras dihati. Jantung berdegup kencang…entah perasaan apa itu. Yang jelas perasaan itu membuatnya pikirannya ’kacau’, hatinya diliputi oleh suatu misteri..entah misteri apa
”Dina, kerja kamu luar biasa…..masih muda, cantik, jenius….tak salah jika Perusahaan memberimu posisi tsb…..” kata seorang Komisaris
Pujian komisaris menambah kencang degup jantungnya…seolah darah berhenti mengalir. Seolah kaki sulit untuk digerakkan. Dengan menghirup nafas pelan, Dina membalas pujian tsb
”Terima kasih Pak..terima kasih…semua berkat bantuan dan bimbingan Bapak…”
”Berapa usiamu sekarang… adakah 40…?” tanya Komisaris itu lagi
Dina tersipu malu…..rona merah kembali menghiasi wajahnya….
”Saya baru 34…. Pak…” jawab Dina sambil tertunduk malu
”Wow…Surprise…kita memiliki calon direksi termuda. Cantik, jenius dan ber-visi…semoga kamu sukses ya….”
Dina terkesima. Tak percaya. Calon direksi….? ah, gak mungkin… aku salah dengar….
—oooOooo—
Minggu, pk. 04.00 Dina terbangun.
Ohhhhh….lelah pikiran dan badannya membuatnya agak sedikit malas untuk bangun. Namun undangan stake holder untuk sekedar minum kopi pagi di Kafe Padang Golf mengharuskan dia untuk segera bergegas…..
”Ah….ngantuknya…..”
Dina kembali merahkan badannya….rasanya dia ingin meliburkan diri bersama anak-anaknya….terutama Fitri yang kemarin membuatnya sedikit marah….
Tapi…undangan Direksi dan Komisaris adalah sebuah ’Perintah’…laksana titah Raja yang harus dijalankan, meskipun hanya ajakan sambil lalu…
”Ahhhh…..”
Dina mulai menyiapkan diri. Mandi pagi dan sedikit bersolek….tampil agak cantik dan…hmmmm..seksi dikit rasanya tidak apa-apa. Toh akan bersantai bersama orang-orang penting ’penguasa’ kantor….’apalagi bila….bila ada yg tertarik padaku…’ pikirnya..
’ah pikiran ngelantur…..’ pikirnya lagi
”Ibuuuu….Tolong tiduri aku Bu….” seru Adit sambil berjalan pelan dan membawa bantal guling yang sarung entah kemana
”Adiiit….?” tanyanya heran
”Adiit….” seru Dina kembali. Heran, tidak biasanya Adit bangun pagi dan pindah ke kamarnya.
”Ibuuu…tolong tiduri aku bu…semalam aku gak bisa tidur…aku kepikiran Ayah….aku ingin bermain bersama Ayah….”
”Adit. Hari ini Ibu masuk kantor….Ibu akan bertemu Bos di kantor…” jawab Dina
”Ibuuu…tolong tiduri aku…aku ngantuk …pengen tidur bareng Ibu…” pinta Adit, kemudian merebahkan kepalanya di pangkuan Dina, Ibundanya…
Dina terdiam. Hatinya semakin membuncah….perasaan malas memenuhi undangan Direksi kembali muncul….tapi motivasi untuk memperlihatkan loyalitas demikian tinggi…dus, dia sudah berdandan seksi.
Diusap-usap perlahan kepala Adit. Rambutnya yang sedikit ikal bergelombang mirip seperti rambutnya. Bentuk wajahnya yang agak oval dan halus merujuk pada ayahnya…
”ahhh..aku jadi ingat Mas Darman. Wajah Adit mirip ayahnya….semalam dia memberi kabar kalau Meeting di bandung diperpanjang karena banyak Klien baru yang ikut datang….” bathin Dina dalam hati….seketika ia merasa bersalah dengan suaminya.
”Adiiit, Ibu harus pergi sayang…..Ibu harus masuk kantor…..”
”Tapi buu…” Adit tidak bisa meneruskan kalimatnya, karena Dina mengangkat kakinya perlahan, sehingga kepala Adit berpindah ke bagian pinggir tempat tidur.
Dina meneruskan riasannya dimuka cermin yang ada di sisi kanan tempat tidurnya. Bibirnya diolesi lipstick tipis warna merah muda, sesuai dengan pakaian yang dikenakannya. Pakaian terbaik yang dimilikinya, hadiah Ulang Tahun dari Mas Darman suami tercinta.
”Mas Darman pasti akan silau bila melihat aku sekarang. Pasti akan memujiku ’Cantiiik’..hehehe…sayang dandananku saat ini untuk orang lain….”
”Huk..huk..huk..” suara batuk kecil beriak keluar dari mulut Adit
”Adiit, kamu batuk. Jajan apa kamu kemarin” tanya Dina sambil terus memainkan penghalus bedak dipipinya
”Huk..huk..huk..” suara itu kembali terdengar
“Mboookkk….tolong ambilkan air putih hangat. Adit batuk nih” teriak Dina dari dalam kamarnya
Tepat pk. 05.00 Dina meluncur menuju Kafe Padang Golf. Perjalanan akan memakan waktu 30 menit. Cukuplah. Karena pertemuan dan sarapan kopi pagi baru akan dimulai pk. 06.00. Tapi biasanya banyak yang sudah datang dengan perlengkapan stick golf, termasuk pemilihan ’caddy’ pendamping permainan golfnya nanti.
—oooOooo—
Dina sangat menikmati suasana Kopi Paginya. Dia begitu cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tidak ada lagi perasaan canggung, malu dan minder bercengkerama dengan jajaran Direksi, Komisaris dan Pimpinan Unit Mitra Kerja. Apalagi dalam acara yang dikemas secara informal ini. Seolah ia sudah menjadi bagian dari mereka. Jajaran elit perusahaan.
”Penuhi jiwa ini dengan satu rindu…rindu untuk mendapatkan rahmat-Mu…meski tak layak ku harap debu Cinta-MU” ringtone HP Dina berbunyi….
”Maaf Pak,,,,,,,” Dina tak sanggup meneruskan kata-katanya untuk meminta ijin mengangkat Hpnya
”Silakan ..silakan….ini suasana santai kok” jawab salah seorang Direksi
”Permisi Pak”
”Meski begitu ku akan bersimpuh… Penuhi jiwa ini dengan satu rindu…rindu untuk mendapatkan rahmat-Mu….” ringtone itu terus berbunyi…
Ditempat yang agak jauh dari kerumunan orang Dina mengangkat Hpnya…
”Hallo….” sapanya
”Bu…kamu ada dimana sekarang….?” tanya suara disana dengan lembut
”Sedang bersama Direksi dan komisaris di kantor.. Yahas…” jawab Dina
Ohhh,…ternyata dari mas Darman, suaminya. Dina terbiasa memanggilnya Ayah, menyesuaikan diri dengan panggilan anak-anaknya
”Loch emangnya masuk… ?” tanya Mas Darman lagi
”Iyya Yah…”
”kapan pulangnya…Adit sakit di rumah kata si Mbok…”
”nanti siang…..atau mungkin juga sore…”
”Yaa sudah…biar Ayah saja yang pulang segera”
—oooOooo—
Pk. 15.30 Dina kembali kerumahnya. Sarapan Kopi Pagi di kafe Padang Golf ternyata diteruskan dengan acara ramah tamah dan meeting informal dengan Mitra Kerja dan Klien. Beberapa Kontrak Kerja ’deal’ setengah kamar dalam ramah tamah itu. Dina baru mengetahui kalau banyak ’deal’ ’deal’ kontrak kerja yang putus di Kafe, Padang Golf serta jamuan makan. Mungkin karena lebih santai dan informal….pikirnya, sehingga lebih mudah untuk bicara dari hati ke hati
Tiba di ujung jalan pemukiman, Dina melihat banyak orang berduyun menuju satu rumah dengan membawa nampan, rantang dan gelas-gelas kecil.
”Ada apa ini…?” tanya Dina dalam hati
Ada bendera kuning terikat di atas tiang listrik tepi jalan…
”Ohh ada yang meninggal….”
Dina mempercepat langkahnya. Ia juga ingin melayat. Ia tak ingin juga tertinggal dalam urusan sosial di lingkungannya….
Tak berapa lama Dina tersentak. Kakinya kaku tak bisa digerakkan….dia melihat banyak orang berkerumun dipekarangan rumahnya. Kebanyakan ibu-ibu dan wanita yang mengenakan pakaian berwarna gelap dan berkerudung. Bapak-bapak ada di ruang tengah…
”ohh…apakah…apakah…..”
”Tidaaaakkkkkkkkk”
Dina mencoba untuk berlari. Namun kakinya semakin sulit bergerak.
Air mata Dina deras mengalir ketiak ia melihat seorang bapak berpeci hitam dan berpakaian muslim putih sedang melantunkan ayat-ayat Qur’an. Dari suaranya tersendat terlihat jelas bahwa Bapak itu menahan tangis. Kadang sesegukan sesekali menghambat laju bacaan Qur’annya..
”Mas Darman…..Ayahhhhhh” seru Dina setengah berteriak
“Ayah siapa yang meninggal Yah….?” tanya Dina kepada Bapak yang sedang mengaji tadi
”Ayah..siapa yah….?” tanyanya lagi
Bapak tadi tidak menjawab. Telunjuk jarinya mengisyaratkan bahwa Dina bisa membuka kain kafan yang belum tertutup
Dengan sedikit merangkak, Dina berjalan tersendat, dan membuka kain kafan penutup wajah si mayit.
”Yaa Allah…Aadiiitttt” Dina langsung memeluk tubuh jenazah itu
”Maafkan Ibu Nak….maafkan Ibu nak…….” teriak Dina keras, membuat seisi rumah menoleh kepadanya. Bahkan beberapa orang yang berada di luar juga berlari kearah rumah
”Adddiiiiittttt….Sini nak…Ibu akan tiduri kamu…Ibu akan tidur bersamamu Nak…..”
”Addiiittttt bangun nak..Ibu sudah pulang…Ibu sudah pulang nak….”
”Ibu ingin tidur bersama mu….”
Dina meraung keras seperti anak kecil yang kehilangan orang tuanya….air matanya mengalir deras. Tak kuasa menahan sedih. Rasanya ingin sekali ia menggoyang-goyangkan tubuh kaku itu agar kembali bergerak….namun Mas Darman segera merangkulnya. Memeluknya. Dan mencium keningnya…
”Bu….ini salah kita..salah Ayah….Ayah terlalu sering meninggalkan keluarga..”
”Bukan Yah…ini salah Ibu…tadi pagi Adit minta ditemani tidur, tapi Ibu tolak…”
”Ya sudahlah…ini salah kita semua. Adit terkena paru-paru basah akut. Dan terlambat ditolong…..”
—oooOooo—
Anak, isteri, suami dan keluarga adalah perhiasan dunia. Perhiasan yang paling indah adalah istri yang sholeh (Amar’atush-Sholihah), suami yang adil (’imamun ’adilun) dan anak-anak yang mendoakan orang tuanya (awaladdun sholihin yad’ulah)
Salam ukhuwah elha
huft,..
pagi ini aq terbangun seperti biasanya
dengan air mata menetes tanpa berawal dari sebuah masalah
kenapa?
ada apa?
bahkan aq sendiri tak menemukan jawabanya
mimpi itu membuat aq seperti gadis kecil yang lemah
menunggu & menanti sesuatu yang tak jelas dimana pangkalnya
sakit rasanya ketika aq tau betapa beratnya jalan ku menunggumu
bodoh rasanya jika aq memaksa tersenyum meski hati q seakan mati
ingin rasanya aq tertawa
ketika q dengar kw kini tak lagi sendiri
mencoba menipu diri sendiri
meski sebenarnya seperti mau mati
sial,.. mengapa aq seperti ini
jangan menggap q gila hanya karna sebuah cinta
aq yakin
aq ini kuat dan bukan lah orang yang lemah
begitu kuat nya hingga aq mampu bertahan sejauh ini menanti cinta.
dengan air mata menetes tanpa berawal dari sebuah masalah
kenapa?
ada apa?
bahkan aq sendiri tak menemukan jawabanya
mimpi itu membuat aq seperti gadis kecil yang lemah
menunggu & menanti sesuatu yang tak jelas dimana pangkalnya
sakit rasanya ketika aq tau betapa beratnya jalan ku menunggumu
bodoh rasanya jika aq memaksa tersenyum meski hati q seakan mati
ingin rasanya aq tertawa
ketika q dengar kw kini tak lagi sendiri
mencoba menipu diri sendiri
meski sebenarnya seperti mau mati
sial,.. mengapa aq seperti ini
jangan menggap q gila hanya karna sebuah cinta
aq yakin
aq ini kuat dan bukan lah orang yang lemah
begitu kuat nya hingga aq mampu bertahan sejauh ini menanti cinta.
jika aq adalah matahari maka tetap lah kw menjadi bulan
apa mereka??
siapa mereka??
mereka smua seperti bumi
mereka hanya melihat dengan alas kaki yg terpijak
dan apa kw?? kw adalah sang rembulan
sementara aq matahari
tak satu pun dr mereka yg pernah melihat bulan & matahari bersama
bahkan mereka menunjuk beberapa bintang yg paling pantas menemani sang bulan
smua org menyanjungmu
terpukau akan terangmu yg menghiasi malam
dan kw tersimbol bagai putri malam yg tak pernah padam
tapi tanpa sang matahari yg diam diam menerangimu dari belakang
memantulkan terangnya u/ para bintang
kw hanya sebuah batu besar dengan tiap lubang di sudut permukaan
siapa lagi yg akan memujamu???
simbol seperti apa yg pantas u/ menyanjungmu???
tapi tak satupun dari mereka yg menyadari itu
bahkan slalu mengeluh akan terik dari matahari
menyimbolkan neraka kecil u/ matahari yg bersinar terang
tak satu pun dari mereka memujanya
menggapnya sebagi murka yg tak pernah padam
tapi matahari tak pernah lelah memberikan terangnya u/ sang bulan
agar bulan tetap menjadi pujaan tiap insan
bahkan disaat mereka meyebutkan para bintang sebagai pendampig mu
matahari tetap diam
tak sekalipun ia mencoba ada u/ di samping mu
karna bila terang...cahaya apa yg ada pada mu
itu adalah sebuah keseimbangan
menutupi kekurangan dengan kelebihan
meski tak jarang bulan mengeluhkan atas luka panas yg di berikan oleh matahari
meski tak jarang bulan meminta agar matahari bisa bersama di sampingnya
menurutmu bagaimana perasaan matahari atas smua perlakuan itu???
menurutmu masihkan matahari tak berperasaan karna tak perduli akan luka sakit yg di derita bulan???
dan menurutmu siapa yg akan menemani matahari di kala ia datang
tak seperti bulan & bintang
tapi,..meski tak satupun dari mereka tau
matahari memilki caranya sendiri u/ bisa bertemu bulan
mereka slalu bisa bersama meski tak pernah di pertontonkan
dan yg terpenting
matahari tak pernah letih mengisi hari hari sang bulan
meski bintang akan slalu menjadi pasangan
siapa mereka??
mereka smua seperti bumi
mereka hanya melihat dengan alas kaki yg terpijak
dan apa kw?? kw adalah sang rembulan
sementara aq matahari
tak satu pun dr mereka yg pernah melihat bulan & matahari bersama
bahkan mereka menunjuk beberapa bintang yg paling pantas menemani sang bulan
smua org menyanjungmu
terpukau akan terangmu yg menghiasi malam
dan kw tersimbol bagai putri malam yg tak pernah padam
tapi tanpa sang matahari yg diam diam menerangimu dari belakang
memantulkan terangnya u/ para bintang
kw hanya sebuah batu besar dengan tiap lubang di sudut permukaan
siapa lagi yg akan memujamu???
simbol seperti apa yg pantas u/ menyanjungmu???
tapi tak satupun dari mereka yg menyadari itu
bahkan slalu mengeluh akan terik dari matahari
menyimbolkan neraka kecil u/ matahari yg bersinar terang
tak satu pun dari mereka memujanya
menggapnya sebagi murka yg tak pernah padam
tapi matahari tak pernah lelah memberikan terangnya u/ sang bulan
agar bulan tetap menjadi pujaan tiap insan
bahkan disaat mereka meyebutkan para bintang sebagai pendampig mu
matahari tetap diam
tak sekalipun ia mencoba ada u/ di samping mu
karna bila terang...cahaya apa yg ada pada mu
itu adalah sebuah keseimbangan
menutupi kekurangan dengan kelebihan
meski tak jarang bulan mengeluhkan atas luka panas yg di berikan oleh matahari
meski tak jarang bulan meminta agar matahari bisa bersama di sampingnya
menurutmu bagaimana perasaan matahari atas smua perlakuan itu???
menurutmu masihkan matahari tak berperasaan karna tak perduli akan luka sakit yg di derita bulan???
dan menurutmu siapa yg akan menemani matahari di kala ia datang
tak seperti bulan & bintang
tapi,..meski tak satupun dari mereka tau
matahari memilki caranya sendiri u/ bisa bertemu bulan
mereka slalu bisa bersama meski tak pernah di pertontonkan
dan yg terpenting
matahari tak pernah letih mengisi hari hari sang bulan
meski bintang akan slalu menjadi pasangan
ringkasan 8 tahun
bagaiman jika cinta tanpa restu?
bagaimana jika yang mencintai tak mampu membahagiakan yang di cintai dalam segi materi?
bagaimana jika usia tak mengizinkan untuk cinta bersatu?
bagi q mencintai tak selamanya harus bersama
jika bersama adalah masalah, maka berpisah akan jauh lebih baik
dengan tetap mencintai & menunggu
meski harus menahan sakit hingga ajal menjemput q
cinta tak hanya membutuhkan kasih sayang
cinta tak juga hanya membutuhkan pengorbanan
tapi cinta juga membutuhkan logika
nalar & pemikiran yang dewasa
cinta dapat bertahan
tapi tidak jika dipertahankan
bertahan dari tiap masalah & godaan
dipertahankan hanya untuk dipaksakan
dan untukmu aq bertahan.
bagaimana jika yang mencintai tak mampu membahagiakan yang di cintai dalam segi materi?
bagaimana jika usia tak mengizinkan untuk cinta bersatu?
bagi q mencintai tak selamanya harus bersama
jika bersama adalah masalah, maka berpisah akan jauh lebih baik
dengan tetap mencintai & menunggu
meski harus menahan sakit hingga ajal menjemput q
cinta tak hanya membutuhkan kasih sayang
cinta tak juga hanya membutuhkan pengorbanan
tapi cinta juga membutuhkan logika
nalar & pemikiran yang dewasa
cinta dapat bertahan
tapi tidak jika dipertahankan
bertahan dari tiap masalah & godaan
dipertahankan hanya untuk dipaksakan
dan untukmu aq bertahan.
Your arrival will be more meaningful
she ... she comes again in my dreams
makes me more sad lament that
sense of loss never-never could I forget
even tears were not able to repeat back memories
too early for her to go
it changed so fast silent laughter
I know who live must die
I know there was only one death
but
Did she know if I wanted to change positions
which I hope will be a story about more than just this
you people who have gone
hear any cries from the heart of this
that I always ask
when we can be together again ...
makes me more sad lament that
sense of loss never-never could I forget
even tears were not able to repeat back memories
too early for her to go
it changed so fast silent laughter
I know who live must die
I know there was only one death
but
Did she know if I wanted to change positions
which I hope will be a story about more than just this
you people who have gone
hear any cries from the heart of this
that I always ask
when we can be together again ...
you, me and my memories
who you are
what you present in my life
you turn me from my past wounds
you lit my path in each corner of the dark
I want to be compared to you as my breath
where you are always there in each beat of my heart
but .....
but you disappeared before I came to die
You drop me when I was just learning to fly
I maybe did not deserve for you
or maybe I deserve to always fall?
many things that I do not understand
even what is the meaning of true love
Should the always sacrificed without ever appreciated
persisted despite always being betrayed
maybe it's not me
because I'm only human
I could cry every time my wounds bleed
I also want to be able to laugh when I feel happy
I believe we are the same
want to live in fear of dying
want to be loved fear heartache
I hope ...
I was the last person who would be hurt
because if one day you are experiencing
even tears would not be enough to treat ......
what you present in my life
you turn me from my past wounds
you lit my path in each corner of the dark
I want to be compared to you as my breath
where you are always there in each beat of my heart
but .....
but you disappeared before I came to die
You drop me when I was just learning to fly
I maybe did not deserve for you
or maybe I deserve to always fall?
many things that I do not understand
even what is the meaning of true love
Should the always sacrificed without ever appreciated
persisted despite always being betrayed
maybe it's not me
because I'm only human
I could cry every time my wounds bleed
I also want to be able to laugh when I feel happy
I believe we are the same
want to live in fear of dying
want to be loved fear heartache
I hope ...
I was the last person who would be hurt
because if one day you are experiencing
even tears would not be enough to treat ......
Sabtu, 15 Oktober 2011
Vagetoz - Saat Kau Pergi
SAAT KAU PERGI BERLINANG LAH AIR MATAKU
Betapa singkat ku rasakan kebahagiaan itu
kini lenyap lah sudah oooh...
(***)
tak pernahku ingin kan perpisahan ini terjadi
ku hanya bisa merelakan jika memang
kau pikir inilah yang terbaik
Reff :
tak perlu kau beri alasan
mengapa kau ingin pergi meninggalkan diriku
karena ku yakin mungkin semuanya itu bisa
membuatmu bahagia
sepenuhnya ku menyadari
bahwa cinta itu tak meski harus memiliki
namun ku akan terus selalu menyanyangi dirimu
setulusnya hatiku
tak pernahku ingin kan perpisahan ini terjadi
betapa singkat ku rasakan
Second Civil - Aku Kau Dan Kenanganku
Saat kau membuka pintu hatimu
Mungkin aku telah jauh
Meninggalkan dirimu dan kenanganku
Rasa kecewaku padamu
Memang kau yang terindah
Yang pernah tercipta
Namun bukannya kau harus
Sia-saikan aku dengan segala tingkahmu
Rasa kecewaku padamu
Reff:
Biarkanlah aku mengembara jauh
Menghapus lupa kecewa karna cintamu
Jangan kau sesali kenyataan ini
Karna ku bahagia lepas dari jeratmu
Ooo.. dari jeratmu ooo…
Back to Reff:
Taboo - Hancurku
siapa dirimu...
yang pantas tuk menyakitiku...
siapa kau kira...
kau berhak tuk mengadiliku...
agar kau mengerti...
aku inginkan kau pergi...
hancur yang kau beri...
sangat ingin ku akhiri...
ooh...ooh
kau seharusnya...
jadi yang terbaik untukku...
tak seharusnya...
hempaskan hati yang t’lah kau rajam...
sakit tak ter...pe...ri
cabik yang t’lah perih...
dilangit hatiku...
kau menghancurkanku...
semoga kau menyadari...
ku tak ingin kau disini...
hancur yang kau beri...
sangat inginku akhiri...
yuni shara - kosong
Sunyi ku rasa dekati
jiwa ragaku serasa mati
mengapa semua harus terjadi
tapi apa dayaku ku tak kuasa kan
biarkan aku pergi
lepaskan lah sepi hati
ku coba bertahan diantara hancur ku
dari semua sedih ku berlabuh dengan mu
oh Tuhan berikanlah secercak cahayamu
akhiri cerita ku
Semua ini (semua ini)
telah berakhir (telah berakhir)
hampa semua rasa
hancur semua mimpi
tak akan pernah (tak akan pernah)
ku merasakan ( ku merasakan)
dari semua ini letih aku mencari (letih aku mencari) 2x
peterpan - menunggumu
Didalam sebuah cinta…terdapat bahasa
Yang mengalun indah…mengisi jiwa
merindukan kisah…kita berdua
Yang tak pernah bisa…akan terlupa
Bila Rindu ini..masih milikmu
Kuhadirkan sebuah..tanya untukmu
Harus brapa lama..aku menunggumu..
aku menunggumu…
Didalam masa indah…saat bersamamu
Yang tak pernah bisa…akan terlupa
Kenangan masa yang…menghancurkan jiwa
Dengan segenap cinta…aku bertanya
Bila Rindu ini..masih milikmu
Kuhadirkan sebuah..tanya untukmu
Harus brapa lama..aku menunggumu..
aku menunggumu..aku menunggumu…
Dalam hati kumenunggu..
Dalam hati kumenunggu..aku…
Dalam benak kumenunggu..
Dalam hati kumenunggu..aku…
masih menunggu….
Bila Rindu ini..masih milikmu…
Kuhadirkan sebuah..
harus berapa lama…Harus brapa lama…
aku menunggumu..aku menunggumu..
aku menunggu..aku menunggumu….
SET14 - Secepat itu
Begitu cepat kau berubah
Menggantikanku dengan dia
Saat tubuhku terkujur lemah
Cintaku padamu takkan pudar untuk selamanya
Sayangku padamu takkan terganti sampai akhir nanti
Ku ingin kau menyadari cintaku padamu
Dan ku ingin kau mengerti sayangku untukmu
Tak seindah yang aku pikirkan cintamu untukku
Kau tinggalkan aku di saat aku lemah
Hancurnya hatiku kau putuskan aku, kau pilih dia
Begitu cepat kau berubah menggantikanku dengan dia
Saat tubuhku terkujur lemah
Ku hanya bisa terdiam saat kau ucapkan semua
Hingga air mataku mampu menjawab
Semua semua semua cerita
Begitu cepat kau berubah menggantikanku dengan dia
Saat tubuhku terkujur lemah
Ku hanya bisa terdiam saat kau ucapkan semua
Hingga air mataku mampu menjawab
Begitu cepat kau berubah menggantikanku dengan dia
Saat tubuhku terkujur lemah
Ku hanya bisa terdiam saat kau ucapkan semua
Hingga air mataku mampu menjawab
Begitu cepat kau berubah menggantikanku dengan dia
Saat tubuhku terkujur lemah
Ku hanya bisa terdiam saat kau ucapkan semua
Hingga air mataku mampu menjawab
dadali - disaat aku mencintaimu
mengapa kau pergi, mengapa kau pergi
di saat aku mulai mencintaimu
berharap engkau jadi kekasih hatiku
malah kau pergi jauh dari hidupku
menyendiri lagi, menyendiri lagi
di saat kau tinggalkan diriku pergi
tak pernah ada yang menghiasi hariku
di saat aku terbangun dari tidurku
reff:
aku inginkan dirimu datang dan temui aku
kan ku katakan padamu aku sangat mencintai dirimu
aku inginkan dirimu datang dan temui aku
kan ku katakan padamu aku sangat mencinta
menyendiri lagi, menyendiri lagi
di saat kau tinggalkan diriku pergi
tak pernah ada yang menghiasi hariku
di saat aku terbangun dari tidurku
repeat reff
semoga engkau kan mengerti tentang perasaan ini
maaf ku telah terbuai akan indahnya cinta (indahnya cinta)
maaf sungguh ku tak bisa (tak bisa) untuk kembali padamu
maaf ku telah terbuai akan indahnya cinta
repeat reff
aku inginkan dirimu datang dan temui aku
kan ku katakan padamu aku sangat mencinta
Langganan:
Postingan (Atom)